Skip to main content

Negaramu bukan sampah! (Semua butuh proses)

                                                                                                                                                              http://www.squidoo.com/History-of-Plumbing

Merasa familiar dengan gambar seperti ini? Dimanakah ini? Jakarta? Bukan! Ini London, pada jaman revolusi Industri. London dan Inggris atau negara-negara maju lainnya tidak serta-merta jadi rapi dan kaya seperti sekarang ini. Mereka butuh waktu, butuh proses, butuh merusak alam (dan bahkan butuh menjajah negara lain) untuk bisa sampai pada posisi mereka sekarang.

Poverty and squalor - Blue Gate Fields, 1872
(
Taken from London: A Pilgrimage by Blanchard Jerrold and Gustave Doré)


Transportasi

Dalam hal transportasi, sebenarnya London tidak selalu sesempurna sekarang, awalnya semua tidak berjalan secara sinkron dan ajeg. Semua butuh proses, dan saat hal itu diawali tentunya semua tidaklah mudah dan mungkin belum terlihat "indah". Dari gambar-gambar di bawah, dapat dilihat bahwa sejak tahun 1970-an hingga tahun 1990-an, kota London bukanlah kota yang bebas dari macet.


Kemacetan di Oxford Street, London, circa 1970s
(museum of london / barrylewis.com)

Kemacetan di London (circa 1970s)
(London transport museum)
Kemacetan di London (circa 1990s/2000s)
(http://www.hybridcars.com/driving-trends/ideas-to-reduce-traffic-congestion.html)

Kemacetan baru bisa dikurangi saat pemerintah kota London menerapkan Congestion Charging, semacam sistem yang mengharuskan masyarakat untuk membayar bila ingin menggunakan kendaraan pribadi apabila memasuki pusat kota. Walikota London mengusulkan sistem ini pada tahun 2003, dan berhasil mengurangi kemacetan sebesar 34% pada tahun pertama (hybridcars.com). Tak lupa, transportasi publik juga ditingkatkan habis-habisan seiring berlakunya sistem ini. Bagaimana caranya mendapatkan dana untuk semua pembangunan infrastruktur tersebut? Tentulah kemajuan ekonomi jawabannya: makin maju ekonomi suatu negara, makin mampu negara tersebut membangun. Inggris merupakan negara maju. Berabad-abad menjajah, selanjutnya beratus-ratus tahun meng-industri pastilah membawa kemakmuran bagi Inggris Raya. Semua itu menjadi modal bagi mereka untuk membangun, dan hal itu bukan sesuatu yang mereka dapatkan dengan mudah.

Bagaimana dengan Indonesia? 
                                                                                                                                             http://indonesiaowns.wordpress.com/about/peta-indonesia-2/

Dalam hitungan milenium, Indonesia bisa dibilang masih embrio. Umur negara kita: baru menuju 67 tahun (kira-kira baru 0.067 milenium)! 1 abad pun belum. Bagaimana mungkin kita memaksa menyamakan diri kita dengan negara-negara yang sudah mapan? Kita masih merangkak, menuju era-industri (dengan kritikan habis-habisan seenaknya dari negara-negara eks-kolonial yang sekarang sudah puas merusak alamnya dan pindah merusak dan mengeruk kekayaan alam negara-negara berkembang seperti Indonesia) dan doktrin merusak diri sendiri terus-terusan: "Kita bodoh, kita miskin, kita korup" tidak akan membantu kita untuk bangkit, malah sebaliknya! Pikirkanlah, kalau kita bodoh, kita tidak akan bisa mengkritik diri sendiri seperti ini. Kalau kita miskin, mana mungkin Jakarta semacet itu. Kalau kita korup, itu memang benar... (hahaha) tapi bukan berarti negara-negara maju sebebas itu dari korupsi; mereka hanya pintar menyembunyikannya. Dan ga ada hal yang ga bisa diperbaiki.

Oke, kalaupun justifikasi umur negara yang masih sangat muda tidak bisa dijadikan alasan, bagaimana dengan potensi pasar dalam negeri kita? Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di dunia (237 juta jiwa, sensus 2010) kita punya pasar sendiri yang potensial--dilema kebalikan yang baru ditemukan post-millenium ini: bahwa sebenarnya penduduk banyak justru menguntungkan. Tanpa harus mengekspor, sebenarnya Indonesia bisa survive dengan menjual produk ke negeri sendiri. Globalisasi sesungguhnya hanya propaganda barat untuk tetap "menjajah" negara-negara seperti kita padahal mereka melakukan proteksi lokal habis-habisan buat negara mereka. Kenapa kita harus open market sementara mereka malah membatasi masuknya barang-barang atau tenaga kerja non-lokal? Sekali mental penjajah, selamanya penjajah! Kalaupun Indonesia di-embargo, yakinlah bahwa kita akan bisa bertahan. Tapi bagaimana cara mengelola jumlah penduduk yang banyak itu hingga menjadi nilai positif dari bangsa ini adalah sesuatu yang harus ditelaah. 

GDP rate Indonesia pun memiliki peningkatan signifikan sejak 2005. Dari situs tradingeconomics.com, dikatakan bahwa:
The Gross Domestic Product (GDP) in Indonesia contracted 1.3 percent in the fourth quarter of 2011 over the previous quarter. Historically, from 2005 until 2011, Indonesia's average quarterly GDP Growth was 1.50 percent reaching an historical high of 3.82 percent in September of 2009 and a record low of -3.57 percent in December of 2008. Indonesia is the largest national economy in Southeast Asia. It has a market-based economy in which the government plays a significant role by owning more than 164 state-owned enterprises. The government administers prices on several basic goods, including fuel, rice, and electricity.
Indonesia adalah kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara! Bahkan menurut data dari World Economic Forum, pada tahun 2006 Indonesia naik 19 peringkat ke posisi 50 Global Competitiveness Index, yang menunjukkan tingkat kompetisi kita di dunia meningkat drastis. Tahun 2011 Indonesia menempati posisi 46 dari 142 negara, naik 4 tingkat dibandingkan tahun 2006. Berikut adalah cuplikan dari data GCI Indonesia oleh World Economic Forum (2012):


Penjelasan dari ranking GCI adalah sebagai berikut:
For those economies ranked from 11 through 50 in the overall GCI, variables ranked higher than the economy’s own rank are considered to be advantages.
Jadi, Indonesia sedang berada di posisi yang berkembang alias menanjak. Namun, terlepas dari itu semua, World Economic Forum tetap menampilkan beberapa faktor penghambat daya saing Indonesia di tingkat global. Yang paling tinggi adalah tingkat korupsi!
Jadi, negaramu bukan sampah! Berhentilah menjelek-jelekkan! Kita sekarang sama-sama sedang belajar, belajar untuk menjadi lebih baik. Kita harus optimis menatap masa depan. Dan dari hasil studi di atas, terbukti bahwa masalah utama adalah dari mental, dan itu berujud dalam hal korupsi. Saya yakin Indonesia bisa berubah. Apabila faktor-faktor penghambat bisa ditekan, optimislah bahwa daya saing Indonesia pasti akan meningkat drastis. Apa yang harus kita lakukan sekarang? Perbaikilah mental masing-masing! Jangan hanya mencela pemerintah, bantulah. Bantulah dengan mencoba berubah jadi pribadi yang lebih baik. Bila satu-satu setiap orang Indonesia mampu berfikiran positif dan optimis, saya yakin 237 juta jiwa akan bisa membawa perubahan pada bangsa ini, dan bahkan pada dunia.

Comments

Popular posts from this blog

Ikhtiar

Ingin sekedar berbagi cerita tentang perjalanan hidup sampai mendapatkan yang dinanti-nanti.  Alhamdulillah dua tahun slowdown karena pandemi membawa berkah. Setahun setelah menikah, kami dianugerahi seorang putri yang sangat kami sayangi. Perjalanan  mendapatkannya bisa dibilang tidak mudah. Akumulasi semua pengalaman sebelumnya, banyak rintangan yang dihadapi. Namun syukurlah Allah memberikan amanah kepada kami sekeluarga.  Berkah Habatussaudah Ternyata hadits Rasulullah tentang keutamaan Habatussaudah atau jinten hitam sebagai obat segala penyakit* benar adanya. Jinten hitam ini adalah faktor pembeda utama, selain suami yang sangat sabar dan waktu di rumah yang lebih panjang karena work from home (wfh) . Setelah menikah dengan suami yang penyabar ini, saya disarankan oleh adik saya untuk berikhtiar dengan cara mengkonsumsi 7 (tujuh) butir Habatussaudah/jinten hitam yang sudah disangrai dan madu setiap hari. Cukup tujuh butir, tidak perlu banyak-banyak karena Habatuss...

Mama Drama (yang tercinta)

Selain MLM dan rokok, ada satu hal lagi yang saya bener-bener ga tahan: Mama Drama.  ------- (Warning: postingan ini bikin emak-emak hardchore kejang-kejang. Use it wisely. 😂  Move along at your own risk. ) ------- Semua ibu-ibu baru ini (seumuran sama saya) kelakuannya sangat tipikal di media sosial macam facebook dan path. Terlalu banyak membagi informasi mengenai anak-anaknya dan sangat sangat sangat emosional jika diingatkan ( mama bear will bite you to death! ). Saya sampai pada satu titik dimana saya sangat yakin bahwa mungkin dulu saya tidak benar-benar berteman dengan mereka, karena jelas sekali saya di luar lingkaran mereka (dari segi bahasa, kehidupan, dan persepsi) (Semua ilustrasi saya hapus karena yang punya drama emosi..) Panggilan tipikal: si anu mamanya anu Yang bikin saya paling sadar kalo saya bukan temannya lagi itu adalah saat saya lihat statusnya dan komen-komen di statusnya, semua orang adalah mama/papa/ayah/bunda/kakek/nenek dari nama si...

The Revelation of the Infamous Hags

Well, well, well. What d'you know? At first you were their friends, but right there at the moment they don't need you anymore or despise you with hatred and envy you with all their might--you just turn into the object of their cruelty! Disguise in their keen elegance, never did they actually revealed their truer form infront of promising 'customers'. They even can agitate people into hating each other--and some people really take it personally and even put grudge to people they don't even know! Sick isn't it? Well, they DO dressed nice, covering all that evil devilish thoughts behind their artificial skins. But once you see them, they're nothing but ol' malicious hags, lurking around for prey. Their smiles aren't genuine. Their acts always for the sake of themselves and themselves only--whether to bossing around, getting ETERNAL youth (?), or just bullying others that potentially harmful for their mighty being. I wonder why some people still can'...